The Intruder, Drama Perfromance


Pukauan Aksi Kami, “The Intruder”

            “This first performance is really excellent”, sebuah apresiasi dari dosen mata kuliah Basic Analysis of Drama saya, pak Kukuh Prayitno S. Senang bukan main terlihat jelas dari para pemain usai pementasan drama. Selasa (23/04) kemarin saya beserta enam teman saya lainnya seperti mendapatkan suatu prestasi tersendiri setelah berhasil membuat para audience dan dosen saya terpukau dengan penampilan final project drama kelompok kami yang berjudul “The Intruder” yang berarti “penyusup”.  
            Sebuah fantasi drama yang mengangkat nuansa horor ini pertama kalinya dirilis sebelum tahun 1922. Sebelum dialih bahasakan menjadi bahasa inggris,  drama karya Maurice Maeterlinck,  peraih Hadiah Nobel Sastra tahun 1911 ini pernah dipentaskan dengan menggunakan bahasa Perancis (L’Intruse). Kini, team saya akhirnya mampu mengangkat kembali drama yang sudah dikenalkan 91 tahun silam dengan mengemasnya secara apik walau hanya bersettingkan ruang kelas yang sempit.
            Bersumberkan satu cahaya ublik, diawal masuk penonton sudah disuguhkan dengan suasana yang  mencekam, gelap, sunyi, dengan tataan material pentas yang lebih banyak berbicara. Sepanjang pementasan, tidak ada senyum ataupun canda tawa, namun hanya keheningan yang menyelimuti jalannya cerita.
The Intruder sendiri memerankan beberapa tokoh, diantaranya seorang kakek buta, Paul, Oliver, Geneviève, Gertrude, Ursula, dan the Intruder itu sendiri.  Drama ini bercerita tentang maut yang telah menyusup ke dalam sebuah keluarga dengan orang-orang yang berelasi secara tak galip dan rumit. Mereka cenderung menjalani hidup untuk dirinya sendiri dengan moralitas yang samar tanpa impresi. Namun, di balik setiap peristiwa, seseorang sadar tentang bersembunyinya sebuah kesemestaan. Bayang-bayang dari segala sesuatu yang jauh lebih besar. Sebuah impresi yang muncul lebih berwujud lambang ketimbang sesuatu yang terumuskan. Dalam cerita ini, penyusup sejati adalah ”maut” dan kebutaan seorang tokoh (kakek) yang sadar adalah perlambang dari sebuah dunia yang tertelan belantara gelap ketidaktahuan dan pupusnya keyakinan.





1 comments:

Unknown said...

my beloved moment. :)

Post a Comment